AGEN PERUBAHAN DALAM IMPLEMENTASI INOVASI PENDIDIKAN

PENDAHULUAN

Sistem pendidikan di Indonesia, pada saat ini, masih membuat peserta didik melakukan proses pembelajaran di dalam ruang kelas dengan segala aturan yang mengikat gerak peserta didik serta tuntutan untuk menguasai sejumlah mata pelajaran dan setumpuk tugas yang harus selesai dalam waktu yang relative singkat. Kalaupun ada kegiatan pembelajaran di luar kelas, pelaksanaannya sangat terbatas dan dibatasi pula oleh berbagai keterbatasan. Hal ini pula yang membuat hasil pendidikan di Indonesia belum optimal. Oleh karena itu pulalah, sekarang ini banyak bermunculan sekolah-sekolah inovatif di Indonesia yang menawarkan berbagai perubahan dalam penyelenggaraan pendidikan dengan tujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia.
Sekolah-sekolah inovatif tersebut bermunculan karena tumbuh dan berkembangnya agen-agen perubahan dalam dunia pendidikan yang menyadari bahwa inovasi adalah hal yang mutlak harus dilakukanntuk mencapai kemajuan. Hal ini tentu saja tidak terlepas dari kodrat manusia sebagai mahluk yang diberi kesempurnaan akal, yang akan menuntunnya untuk selalu mengeksplorasi segala sumber daya yang dimilikinya, untuk selalu melakukan inovasi, menemukan sesuatu yang baru yang bisa membuat hidupnya menjadi lebih baik. Karena pada dasarnya inovasi itu adalah suatu keharusan dalam perbaikan atau perubahan agar hidup kita tidak tertinggal dan tergilas oleh perkembangan zaman.
Tuntutan perubahan juga disebabkan oleh karena adanya perkembangan situasi global yang mempengaruhi setiap lini kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia baik itu dalam kehidupan social, ekonomi, politik maupun budaya.
Menyikapi perkembangan situasi global yang begitu cepat bangsa Indonesia harus semakin siap, mematangkan kualitas diri (SDM) agar tidak larut dalam gelombang perubahan global. Berbagai hal positip dapat dimanfaatkan dari globalisasi dalam rangka mewujudkan cita-cita pembangunan nasional dan penegakkan kedaulatan NKRI, namun akan membawa pengaruh negatif apabila bangsa Indonesia tidak siap menerima secara utuh dan mampu mengikuti perubahan yang sangat cepat tersebut. Terjadinya perubahan ternyata menimbulkan berbagai permasalahan antara lain permasalahan pertahanan negara, misalnya perbatasan wilayah, masalah disintegrasi bangsa, pemikiran negara federasi, menurunnya semangat kebhinekaan dan menurunnya rasa nasionalisme serta berbagai permasalahan sosial.
Kenyataan bahwa perkembangan ekonomi belum stabil sangat berpengaruh pada perkembangan sosial di Indonesia. Masyarakat kita tumbuh menjadi masyarakat miskin yang mudah bergejolak. Tatanan kehidupan sosial masyarakat tak lagi tertata dengan baik. Rasa tidak percaya terhadap orang lain tumbuh dan berkembang begitu cepat. Masyarakat dinamis yang diharapkan cenderung meningkat kearah apatis dan agresif.
Masalah lain yang muncul adalah menurunnya kecintaan terhadap tanah air, kecenderungan berpola hidup konsumtif, individualistis, bergaya hidup kebarat-baratan dan menurunnya kebanggaan dan kepedulian terhadap bangsa, negara serta lingkungan,ketidak yakinan terhadap Pancasila. Kecenderungan mempertanyakan kemampuan Pancasila menjawab tantangan era globalisasi dengan segala perubahannya, sehingga muncul gagasan untuk mengadakan rejuvenasi (penyegaran) Pancasila, kurangnya kesadaran berbangsa dan bernegara, kurangnya Kepedulian masyarakat kota terhadap sesama , maraknya pelanggaran hukum oleh sebagian masyarakat, elit politik maupun aparat pemerintah menyebabkan sulitnya penegakkan hukum. Tidak adanya kerelaan berkorban untuk negara. Belum dimengertinya bahwa pembelaan negara merupakan kewajiban setiap warga negara. Sebagai contoh dalam kasus kejahatan, terorisme untuk menangkap para pelaku sangat sulit karena masyarakat beranggapan bahwa hal ini tugas TNI dan Polri.
Maraknya pemutusan hubungan kerja (PHK), pengaruh negatif teknologi informasi dan komunikasi, belum tuntasnya pemberantasan korupsi oleh pemerintah, menimbulkan keresahan sosial serta menipisnya kepercayaan masyarakat kepada pemerintah.
Globalisasi juga sangat berpengaruh pada perkembangan budaya bangsa kita. Tuntutan globalisasi yang menghendaki adanya keterbukaan memberi kesempatan untuk tumbuhnya pertukaran dan persaingan antar budaya serta munculnya nilai-nilai baru yang bersifat umum. Deras nya arus globalisasi akan sangat berdampak besar bagi perkembangan bangsa Indonesia yakni dengan masuknya faham Negara lain seperti komunis, liberalis dan kapitalis dan tatanan nilai budaya barat yang dapat mengubah pola pikir, pola tindak dan pola sikap bangsa Indonesia.
Bangsa Indonesia harus mampu berdiri tegak sebagai bangsa yang berdaulat, sekaligus mampu merespons dan mengantisipasi perubahan lingkungan global dengan memperhatikan kepentingan nasional. Dalam menerima budaya asing, warga negara RI dalam mengadopsi harus tetap menggunakan sensor / filter karena sensor /filter tidak melanggar HAM. Bangsa Indonesia juga harus tetap mempertahan-kan nilai-nilai tradisional yang mencerminkan budaya Timur dan mengadopsi nilai-nilai rasional budaya Barat sehingga terbentuk nilai-nilai budaya Indonesia yang mempunyai keseimbangan antara kepentingan jasmani dan rohani.
Menyikapi berbagai masalah tersebut diatas , perlu dikembangan kemampuan untuk mengimbangi perkembangan global, menghadapai tantangan zaman serta internalisasi tata nilai budaya bangsa Indonesia. Dan hal tersebut dapat tercapai melalui pendidikan mulai dari jenjang pendidikan dasar. Dan pola pendidikan yang ditawarkan haruslah pola pendidikan yang sudah melewati proses inovasi / perubahan agar dapat menjawab semua kebutuhan sesuai dan seiring dengan perkembangan global.
Untuk lebih memahami esensi yang sebenarnya dari perubahan atau inovasi pendidikan maka perlu dipahami lebih mendalam tentang pengertian inovasi pendidikan, sekolah inovatif dan agen perubahan dalam implementasi inovasi pendidikan. Dan hal –hal tersebut akan dibahas secara berurutan.

INOVASI PENDIDIKAN

Berbicara mengenai inovasi tidak akan terlepas dari istilah invention dan discovery. Invention adalah penemuan sesuatu yang benar-benar baru dan belum ada sebelumnya, biasanya merujuk pada hasil karya manusia. Sedangkan discovery adalah penemuan sesuatu / benda yang sudah ada sebelumnya. Dan inovasi dapat diartikan sebagai usaha menemukan menemukan sesuatu hal yang baru dengan jalan melakukan kegiatan invention dan discovery. Inovasi adalah an idea, practice or object that perceived as new by an individual or other unit of adoption. Berikut adalah pengertian inovasi pendidikan menurut para ahli :
1. Hamijoyo mengemukakan inovasi pendidikan adalah suatu perubahan yang baru dan kualitatif berbeda dari hal yang ada sebelumnya serta sengaja diusahakan untuk meningkatkan kemampuan guna mencapai tujuan tertentu dalam pendidikan.
2. Ibrahim (1989) mendefinisikan inovasi pendidikan adalah inovasi (pembaruan) dalam bidang pendidikan atau inovasi yang dilakukan untuk memecahkan masalah-masalah pendidikan, inovasi pendidikan merupakan suatu ide, barang, metode yang dirasakan atau diamati sebagai hal baru bagi seseorang atau kelompok orang (masyarakat) baik berupa hasil inversi atau diskoversi yang digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan atau memecahkan masalah-masalah pendidikan.
3. Menurut Prof. Azis Inovasi berarti mengintrodusir suatu gagasan maupun teknologi baru, inovasi merupakan genus dari change yang berarti perubahan. Inovasi dapat berupa ide, proses dan produk dalam berbagai bidang.
Inovasi pendidikan menurut Tilaar harus didukung oleh kesadaran masyarakat untuk berubah. Apabila suatu masyarakat belum menghendaki suatu sistem pendidikanyang diinginkan maka tidak akan mungkin suatu perubahan atau inovasi pendidikan terjadi.
Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa inovasi pendidikan adalah penemuan yang dapat berupa sesuatu ide, barang, kejadian, metode yang diamati sebagai sesuatu hal yang baru bagi dunia pendidikan yang meliputi bidang managerial, Teknologi dan kurikulum.
Inovasi managerial dalam pendidikan bisa berbentuk inovasi dalam mengelola pendidikan sehingga pengelola pendidikan bisa memberikan layanan pendidikan dengan baik. Untuk tujuan ini MBS (manajemen berbasis sekolah) merupakan salah satu contoh dari inovasi / perubahan dalam manajemen pendidikan. Dengan MBS, sekolah memiliki kewenangan untuk mengembangkan dan mengatur penyelenggaran pendidikan berdasarkan semangat desentralisasi pendidikan. MBS juga merupakan contoh bottom up innovation dalam penyelenggaraan pendidikan.
A. Inovasi Manajerial
Inovasi manajerial juga dapat dilakukan di dalam kelas oleh seorang guru. Dalam hal ini guru dituntut untuk melakukan proses inovasi dalam kegiatan pembelajaran. Untuk tujuan ini berbagai metode pembelajaran yang inovatif harus dikuasai guru karena inovasi yang berbentuk metode dapat berdampak pada perbaikan, meningkatkan kualitas pendidikan serta sebagai alat atau cara baru dalam memecahkan masalah yang dihadapi dalam kegiatan pendidikan. Sebagai contoh adalah metode yang inovatif dalam pembelajaran yaitu metode CTL, cooperative learning, quantum learning, active learning, dan PAKEM. Metode baru dalam proses pembelajaran merupakan suatu upaya meningkatkan efektivitas pembelajaran. Secara terperinci bagaimana metode-metode tersebut dapat menjadi contoh perubahan yang efektif dalam pembelajaran adalah sebagai berikut :
1. Contextual Teaching and Learning (CTL)
Pendekatan kontekstual (CTL) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan konsep ini, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan mentransfer pengetahuan dari guru ke siswa. Strategi pembelajaran lebih dipentingkan daripada hasil.
Dalam kelas kontekstual, tugas guru adalah membantu siswa mencapai tujuannya. Maksudnya, guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada memberi informasi. Tugas guru dalam mengelola kelas adalah sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas (siswa). Sesuatu yang baru itu dating dari menemukan sendiri bukan dari apa kata guru.
2. Cooperative Learning
Model pembelajaran Cooperative Learning merupakan salah satu model pembelajaran yang mendukung pembelajaran kontekstual. System pembelajaran Cooperative Learning dapat didefinisikan sebagai system kerja / belajar kelompok yang terstruktur yang terdiri atas lima unsure pokok ( Johnson&Johnson, 1993), yaitu saling ketergantungan positif, tanggung jawab individual, interaksi personal, keahlian bekerja sama dan proses kelompok.
Cooperative Learning merupakan strategi pembelajaran yang menekankan pada sikap atau perilaku bersama dalam bekerjasama atau membantu diantara sesame dalam struktur kerjasama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau lebih.
Pembelajaran Cooperative juga merupakan salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan faham konstruktivisme. Dalam cooperative learning, sejumlah siswa belajar dalam sebuah kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda. Untuk menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap anggota kelompok harus saling bekerjasama dan saling membantu dalam memahami materi pelajaran. Dalam hal ini, ketuntatasan klasikal dalam belajar belum tercapai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai materi pelajaran.


3. Quantum Learning
Quantum learning merupakan strategi dan proses pembelajaran yang dapat mempertajam pemahaman dan daya ingat, serta membuat belajar sebagai sebuah proses yang menyenangkan dan bermanfaat. Teknik yang digunakan dalam model pembelajaran ini adalah teknik untuk meningkatkan kemampuan diri. Bobbi De Porter mengembangkan teknik yang sasaran akhirnya ditujukan untuk membantu siswa menjadi responsive dan bergairah dalam menghadapi tantangan dan perubahan realitas ( yang terkait dengan sipat jurnalisme ).
Quantum learning berakar dari upaya Georgi Lovanov, pendidik berkebangsaan Bulgaria, yang melakukan eksperimen yang disebutnya suggestology / suggestopedia. Prinsipnya adalah bahwa sugesti dapat dan pasti mempengaruhi hasil situasi belajar, dan setiap detil apapun memberikan sugesti positif atau negative. Untuk mendapatkan sugesti positif, beberapa teknik digunakan. Para murid di dalam kelas dibuat nyaman. Music dipasang dan partisipasi mereka didorong lebih jauh lagi. Poster-poster besar yang menonjolkan informasi, ditempel, guru-guru yang terampil dalam seni pengajaran sugestif bermunculan.
Selanjutnya Porter dkk mendefinisikan quantum learning sebagai “interaksi-interaksi yang mengubah energy menjadi cahaya”. Mereka mengasumsikan kekuatan energy sebagai bagian penting dari tiap interaksi manusia. Dengan mengutip rumus klasik E = mc², mereka alihkan ihwal energy itu ke dalam analogi tubuh manusia yang secara fisik adalah materi. Lebih jauh Porter menyatakan bahwa tujuan belajar adalah untuk meraih sebanyak mungkin cahaya: interaksi, hubungan, inspirasi agar menghasilkan energy cahaya. Pada kaitan inilah, quantum learning menggabungkan sugestologi dengan teknik pemercepatan belajar.

4. Active Learning
Pembelajaran aktif (active learning) dimaksudkan untuk mengoptimalkan penggunaan semua potensi yang dimiliki oleh anak didik, sehingga semua anak didik dapat mencapai hasil belajar yang memuaskan sesuai dengan karakteristik pribadi mereka miliki. Pembelajaran aktif juga dimaksudkan untuk menjaga agar perhatian siswa / peserta didik tetap tertuju pada proses pembelajaran.

5. PAKEM (Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan)
Dalam proses pembelajaran dengan metode PAKEM, guru harus menciptakan suasana pembelajaran sedemikian rupa sehingga siswa aktif bertanya, mempertanyakan dan mengemukakan gagasan. Belajar dipandang sebagai suatu proses aktif dari si pembelajar dalam membangun pengetahuannya, bukan proses pasif yang hanya menerima kucuran ceramah guru tentang pengetahuan.
Peran aktif dari siswa sangat penting dalam rangka pembentukan generasi yang kreatif, yang mampu menghasilkan sesuatu untuk kepentingan dirinya dan orang lain. Kreatif juga dimaksudkan agar guru menciptakan kegiatan belajar yang beragam sehingga memenuhi berbagai tingkat kemampuan siswa.
Dengan PAKEM, kegiatan pembelajaran juga harus menyenangkan. Yang dimaksud disini adalah suasana belajar yang membuat siswa mampu memusatkan perhatiannya secara penuh pada proses pembelajaran sehingga tingkat perhatian siswa pada kegiatan pembelajaran tinggi. Tingkat perhatian yang tinggi akan meningkatkan hasil belajar siswa.
Keadaan aktif dan menyenangkan tidaklah cukup jika proses pembelajaran tidak efektif., yaitu tidak menghasilkan apa yang harus dikuasai siswa setelah proses pembelajaran berlangsung, sebab bagaimanapun juga setiap kegiatan pembelajaran memilki seumlah tujuan pembelajaran yang harus dicapai. Jika pembelajaran tersebut tidak efektif maka proses pembelajaran menjadi tidak bermakna dan bertentangan dengan hakikat pembelajaran yang sebenarnya.

B. Inovasi Teknologi
Sementara itu inovasi dalam teknologi juga perlu diperhatikan mengingat banyak hasil-hasil teknologi yang dapat dipergunakan untuk meningkatkan kualitas pendidikan, seperti penggunaannya untuk teknologi pembelajaran, prosedur supervisi serta pengelolaan informasi pendidikan yang dapat meningkatkan efisiensi pelaksanaan pendidikan.
Tekhnologi sering kali diartikan sebagai perlatan yang serba elektronik, seperti mesin,komputer. namun sebenarnya teknologi juga merupakan aplikasi ilmu pengetahuan yang sistematis (Salisbury, 1996, page 7).
Berikut kita simak beberapa pendapat para ahli tentang teknologi
1. Simon yang dikutip oleh Salisbury mengemukakan, teknologi sebagai disiplin rasional yang dirancang untukmeyakinkan manusia akan keahliannya menghadapi alam fisik atau lingkungan melalui penerapan hukum atau aturan ilmiah yang telah ditentukan (Salisbury,1996, page7).
2. Finn: selain diartikan sebagaimesin, teknologi bisa mencakup proses,sistem manajemen dan mekanisme pantauan; baik manusia itu sendiri atau bukan,… secara luas, cara pandang terhadap masalah berikut lingkupnya, tingkat kesukaran, studi kelayakan serta cara mengatasi masalah secara teknis dan ekonomis (Finn, 1998).
3. Seattler mengutip asal katanya – techne (bahasa Yunani), sedang makna seni, kerajinan tangan atau keahlian. Kemudian, Seattler menerangkanbahwa teknologi bagi bangsa Yunani kuno diakui sebagai suatu kegiatan khusus, dan sebagai suatu pengetahuan (Salisburry, 1996, page 7).
4. Ellington mengungkapkan bahwa Teknologi pendidikan merupakan pengembangan, penerapan, dan evaluasi atau sistem, teknik serta alat bantu untuk meningkatkan proses belajar manusia (Ellington,1984, p.20).
Dari pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa teknologi:
1. dapat diterjemahkan sebagai teknik atau cara pelaksanaan suatu kegiatan atau sebagai suatu proses;
2. mengacu pada penggunaan mesin dan perangkat keras;
3. terkait dengan sifat rasional dan ilmiah;
4. menunjuk suatu keahlian, baik itu seni atau kerajinan tangan dan merupakan aplikasi dan ilmu pengetahuan.

C. Inovasi Kurikulum
Perkembangan suatu inovasi dalam pendidikan didorong oleh motivasi untuk melakukan inovasi pendidikan itu sendiri. Motivasi itu bersumber pada dua hal, yaitu kemauan sekolah atau lembaga untuk mengadakan respons terhadap tantangan perubahan masyarakat dan adanya usaha untuk menggunakan sekolah dalam memecahkan masalah yang dihadapi. Salah satu inovasi dalam pendidikan adalah inovasi kurikulum.
Selama ini inovasi kurikulum merupakan model top down innovation karena penerapan inovasi kurikulum selalu ditentukan oleh pemerintah pusat (sentralisasi). Bahkan perubahan kurikulum dilakukan tanpa melibatkan unsur-unsur yang ada pada garis terdepan pendidikan sehingga sering kurikulum diterjemahkan secara salah oleh praktisi-praktisi pendidikan di lapangan.
Dengan landasan hukum Undang-Undang no 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas serta peraturan pemerintah no 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, Kurikulum yang sedang berkembang pada saat ini yaitu KTSP (kurikulum tingkat satuan pendidikan). Dengan KTSP, penyelenggara pendidikan dituntut untuk mengembangkan sendiri kurikulum yang disesuaikan dengan kondisi serta potensi lingkungan sekolah masing-masing. Pengembangan kurikulum dalam KTSP diantaranya adalah untuk memberikan life skills pada peserta didik dan membentuk peserta didik agar memahami keunggulan lokal dan global. KTSP ini juga merupakan jawaban atas tantangan perkembangan zaman yang menggubah sentralisasi penyelenggaraan pendidikan menjadi desentralisasi.
Namun pada kenyataanya, semangat desentralisasi penyelenggaraan pendidikan ini belum terserap secara optimal oleh lembaga pendidikan karena masih banyak ditemukannya kendala-kendala di lapangan sehubungan dengan proses desentralisasi ini.





SEKOLAH INOVATIF

Pada saat ini tumbuh dan berkembang sekolah inovatif seperti home schooling, sekolah alternative dan sekolah alam yang memfasilitasi peserta didik belajar dengan cara mereka masing-masing. Sekolah inovatif tersebut diatas tumbuh dan berkembang karena penyelenggaraan pendidikan pada saat ini oleh sebagian orang dianggap tidak mampu untuk mengembangkan potensi peserta didik sesuai dengan harapan siswa, orang tua dan perkembangan zaman. Sebuah penelitian di AS menunjukan mereka yang bersekolah di sekolah inovatif secara akademik maupun psiko sosialnya lebih tinggi dari anak-anak yang bersekolah di sekolah biasa.
Sekolah inovatif adalah sekolah yang memberi keleluasaan kepada peserta didik untuk berkreasi, mengekspresikan perasaannya, mengembangkan potensi dirinya tanpa pembatasan-pembatasan yang malah mengikat kreatifitas mereka. Sekolah inovatif mengikuti 3 dari 8 Standar Nasional Pendidikan yang disusun oleh BSNP (Badan Standar Nasional Pendidikan) yaitu Standar Isi, Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Evaluasi sedangkan Standar Proses, Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Standar Biaya, Standar Sarana dan Prasarana mereka sendidri yang mengembangkannya.
Sekolah inovatif ini tumbuh dari pemahaman bahwa pendidikan itu untuk anak dan merupakan hak mereka bukan kewajiban bagi mereka. Pendidikan adalah sebuah proses bukan sebuah hasil/ nilai. Karena pendidikan dimaksudkan untuk mengembangkan kreatifitas serta kemandirian peserta didik.
Peran guru pada sekolah inovatif adalah sebagai fasilitator proses pembelajaran. Dalam hal ini guru juga bisa belajar bersama-sama dengan murid dan tempat belajarnya tidak dibatasi hanya di dalam kelas saja, bisa di halaman, kebun dan lain sebagainya atau bahkan bisa keluar lingkungan sekolah misalnya ke kantor polisi, kantor pos, pemadam kebakaran dan lain-lain.
Pendekatan pembelajaran yang digunakan mengedepankan kepentingan yang terbaik bagi anak. Bukan anak untuk kurikulum melainkan kurikulum untuk anak. Jadi di sekolah yang inovatif, kurikulum didesain untuk anak dalam kondisi yang berbeda.


AGEN PERUBAHAN DALAM IMPLEMENTASI
INOVASI PENDIDIKAN

Perubahan pendidikan konteks teknis berlangsung secara sederhana walaupun dalam konteks sosial sangat kompleks. Ada empat faktor yang mempengaruhi implementasi inovasi. Pertama karakteristik dari perubahan, perlu dilihat masalah kebutuhan dan relevansi dari perubahan, kejelasan, kompleksitas, dan kualitas serta kepraktisan dari program. Kedua karakteristik dari tingkat wilayah sekolah, terdiri atas: sejarah dari upaya-uapaya inovasi, proses adopsi, dukungan dan keterlibatan administratur pusat, pengembangan dan partisipasi staf, sistem ketepatan waktu dan informasi, dan karakteristik dewan dan komunitas. Ketiga karakteristik pada tingkat sekolah, yang terdiri atas kepala sekolah, hubungan antara guru, dan karakteristik dan orientasi guru. Keempat karakteristik eksternal terhadap sistem lokal, yang terdiri atas peran pemerintah dan bantuan eksternal.

A. Memahami Perubahan dalam Pendidikan
Apakah yang harus dilakukan oleh sekolah dalam konteks perubahan? Ini merupakan sebuah pertanyaan yang cukup sulit untuk menemukan jawabannya. Namun jawabanya tidak akan terlepas dari tujuan sekolah itu sendiri yang pada dasarnya memiliki dua tujuan yaitu : untuk mendidik siswa dalam berbagai macam keterampilan dan pengetahuan akademis atau kognitif, dan untuk mendidik siswa dalam pengembangan keterampilan dan pengetahuan individual dan sosial yang diperlukan untuk melaksanakan fungsi sosialnya di dalam masyarakat.
Untuk apakah dilakukan perubahan? Secara teori, tujuan dari perubahan pendidikan secara perkiraan untuk membantu sekolah mencapai tujuannya secara lebih efektif melalui penempatan sejumlah program atau praktik yang lebih baik.
Bagaimana perubahan pendidikan memperbaiki sekolah? Perubahan demi perubahan tidak akan membantu. Program baru pun tidak membuat suatu perubahan, membantu memperbaiki situasi, atau membuat keadaan lebih buruk. Hubungan antara perubahan dan kemajuan, menggunakan pencapaian dalam domain kognitif/akademik dan pengembangan sosial sebagai kriteria, dapat lebih memberi kekuatan.
Banyak ketersediaan inovasi yang istimewa, bergantung pada kebutuhan spesifik dan pada pendekatan dalam memutuskan apa dan bagaimana menggunakannya. Inovasi tidaklah netral dari keuntungan, dan bahwa banyak alasan daripada kepatutan pendidikan yang mempengaruhi keputusan untuk perubahan. Suatu pengujian terdekat menampakan bahwa inovasi dapat diadopsi untuk alasan personal atau politis simbolis: untuk memenuhi tuntutan tekanan komunitas, untuk menampakkan inovatif, untuk memperoleh lebih banyak sumber daya. Seluruh bentuk ini lebih mewakili perubahan simbolis dari pada perubahaan nyata.
Hal pokok dari perubahan adalah bagaimana individual berusaha mengatasai kenyataan yang dihadapi. Proses klarifikasi terdiri atas empat bagian. Tugas pertama adalah untuk mempertimbangkan masalah general dari makna perubahan individual dalam keluasan masyarakat, bukan sebagai membatasi pendidikan. Kedua, penguraian pada makna subjektif dari perubahan diantara individu-individu dalam bidang pendidikan. Ketiga, pengorganisasian ide-ide lebih komprehensif untuk memunculkan pada suatu deskripsi dari makna objektif dari perubahan, yang secara lebih formal mengupayakan untuk membuat pengertian dari komponen-komponen perubahan pendidikan. Keempat, menguraikan pada implikasi dari realita subjektif dan objektif dari pemahaman perubahan pendidikan.
Kebanyakan peneliti sekarang melihat adanya tiga fase proses perubahan. Fase pertama yang diberi nama dengan berbagai istilah seperti inisiasi, mobilisasi atau adopsi yang merujuk pada proses pengambilan keputusan untuk mengadopsi atau membuat perubahan. Fase kedua implementasi yang melibatkan pengalaman pertama dari upaya untuk meletakan ide atau program dalam praktik. Fase ketiga disebut kontinuasi, inkorporasi, rutinisasi, atau institusialisasi, merujuk pada apakah perubahan berjalan pada sistem atau tidak.
Dalam tingkat umum, kita mungkin mengasumsikan bahwa perubahan pendidikan khusus diperkenalkan sebagaimana mereka menginginkan praktik yang lebih baik dari pendidikan. Ini tidak selalu berhasil. Memasukkan proses inisiasi atau adopsi harus dipertimbangkan dalam konteks dari tiga pertanyaan besar. Berapa luas bidang untuk adopsi secara potensial? Apakah akses, selektivitas, dan proses dari seleksi dari bidang ini? Apakah akibat dari proses adopsi pada tingkatan subsekuen?
Secara ringkat, faktor-faktor ynag mempengaruhi adopsi yaitu eksistensi dan kualitas inovasi, akses terhadap informasi, bantuan dari administratur pusat, dukungan/tekanan guru, agen konsultan dan perubahan, tekanan/dukungan/antipati/ oposisi komunitas, ketersediaan dana, peraturan atau kebijakan pusat baru, dorongan pemecahan masalah untuk adopsi, dan dorongan birokratis untuk adopsi.
Perubahan pendidikan secara teknis sederhana dan secara sosial kompleks. Perlu diidentifikasikan faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi inovasi yang telah diadopsi. Selain masalah implementasi, masalah kontinuasi perlu dipertimbangkan secara tepat. Dalam pengertian kontinuasi mewakili keputusan adopsi, yang mungkin saja negatif, dan bahkan jika positif tidak secara otomatis akan diimplementasikan. Faktor-faktor yang mempengaruhi kontinuasi terdiri atas derajat implementasi; sikap terhadap inovasi; keuntungan-keuntungan bagi siswa, guru, dan organisasi; kontinuasi atau institusionalisasi, sikap terhadap peningkatan sekolah.
Kenapa suatu perencanaan perubahan gagal? Memahami kenapa kebanyakan upaya reformasi pendidikan mengalami kegagalan sudah berjalan lama sejalan dengan identifikasi dari masalah-masalah teknis spesifik sebagai kekurangan dari bahan-bahan material, ketidakefektifan training in-service, atau minimnya dukungan administratif. Secara lebih fundamental, kegagalan perubahan pendidikan sebagian disebabkan asumsi dari perencana dan sebagian sebab sejumlah masalah yang tidak terpecahkan.
Isu-isu yang menyangkut gagalnya perencanaan terdiri atas kegagalan asumsi dan cara berpikir mengenai perubahan, dan adanya masalah-masalah tak terpecahkan. Dapat dikatakan, asumsi dari pengambil kebijakan seringkali hyperrational. Satu dari sumber inisial dari masalah adalah komitmen atas reformasi untuk melihat suatu perubahan yang diinginkan diimplementasikan. Komitmen terhadap apa yang harus dirubah seringkali bervariasi secara kebalikan dengan pengetahuan mengenai bagaimana bekerja melalui suatu proses perubahan. Faktanya, komitmen yang lemah terhadap perubahan mungkin suatu rintangan untuk memulai suatu proses efektif dari perubahan.

B. Agen Perubahan Dalam Implementasi Inovasi Pendidikan
Lembaga pendidikan membutuhkan agen-agen perubahan yang dapat mendorong perubahan (drive to change), bukannya dipimpin oleh perubahan (lead by change), atau menolak perubahan (resist to change). Agen perubahan yang dibutuhkan adalah agen perubahan yang memiliki pengetahuan tentang perubahan serta pengetahuan terhadap aspek dasar perubahan sebagai sesuatu yang kritis bagi proses perencanaan, kepemimpinan, pengelolaan, dan evaluasi perubahan.
Untuk suatu usaha perubahan yang berhasil, tindakan, dan peristiwa perlu didasari pada pemahaman tentang bagaimana transisi mempengaruhi dan dipengaruhi oleh proses organisasi. Evaluasi perubahan item-item dalam dimensi ini menggambarkan pentingnya mempertahankan momentum perubahan dan energy positif terarah menuju sasaran perubahan, memonitor perkembangan.
Untuk menggali potensi yang dimiliki seseorang sebagai agen perubahan dipergunakan instrument Change Agent Questionnaire (CAQ). Semakin tinggi potensi sebagai agen perubahan yang dimiliki seseorang diharapkan akan semakin tinggi kemampuan orang tersebut melakukan perubahan organisasi secara efektif.
Perubahan pendidikan tingkat lokal berkaitan erat dengan guru, kepala sekolah, siswa, Dinas Pendidikan setempat, konsultan, dan orangtua serta masyarakat yang tergabung dalam dewan sekolah.
1. Guru
Guru harus menjadi agen perubahan yang paling siap dalam implementasi inovasi pendidikan. Guru harus mengambil langkah dan inisiatif untuk mendesain proses pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan. Guru memiliki peluang yang sangat besar untuk menerapkan berbagai gaya dan kreativitasnya dalam kegiatan pembelajaran.
Melalui kegiatan pembelajaran yang inovatif, atmosfer kelas akan menjadi lebih nyaman tidak kaku dan monoton. Peserta didik pun memilki kesempatan untuk lebih banyak diskusi, berinteraksi dan berdialog sehingga mereka mampu mengkonstruksi konsep dan kaidah-kaidah keilmuan sendiri. Mereka menjadi terbiasa untuk berbeda pendapat dan menghargai perbedaan sehingga mereka menjadi sosok manusia yang cerdas dan kritis serta selalu siap dengan segala bentuk perubahan. Dengan demikian masyarakat maju yang dinamis dan terbuka dengan perubahan akan terbentuk dalam konteks kepribadian bangsa.
2. Kepala Sekolah
Sekolah merupakan tempat ujung tombak untuk terjadinya perubahan dalam pendidikan. Dan kepala sekolah sebagai manajer sekolah memiliki peran yang sangat penting sebagai agen perubahan. Kepala sekolah berada ditengah-tengah hubungan antara guru dengan ide dari masyarakat luar harus berperan aktif sebagai inisiator atau fasilitator dari perubahan program. Kepala sekolah harus terlibat secara langsung dalam perubahan.
3. Siswa
Proses perubahan dalam inovasi pendidikan, pada umunya ditujukan untuk meningkatkan prestasi siswa. Tetapi seringkali, inovator jarang memikirkan siswa sebagai partisipan dalam suatu proses perubahan dan kehidupan organisasi. Mereka dianggap sebagai objek perubahan bukan sebagai subjek . Padahal jika siswa berpikir bahwa guru tidak memahami mereka, maka biasanya akan timbul kesenjangan komunikasi diantara mereka, dan hanya sejumlah kecil siswa ikut berpartisipasi dalam perubahan tersebut.
4. Dinas Pendidikan Setempat
Tugas Dinas Pendidikan setempat adalah untuk mengarahkan pengembangan dan pelaksanaan suatu rencana, menunjukkan dan memasukan seluruh perubahan pada tingkat wilayah, sekolah, dan kelas. Dinas Pendidikan setempat merupakan individu penting untuk melaksanakan harapan dari pola perubahan dalam wilayahnya.
Mereka berperan pada tiga tahap utama dari perubahan, yaitu keputusan inisial atau mobilisasi, implementasi, dan institusionalisasi.
5. Orang Tua
Kebanyakan orang tua memperhatikan dan tertarik dalam program dan perubahan yang bersangkutan dengan siswa. Namun dalam pelaksanaanya sering terdapat beberapa rintangan yang dihadapi keterlibatan orang tua. Rintangan ini dikategorikan dalam rintangan fenomenologis dan logistis.
Rintangan fenomenologis berhubungan dengan kurang pengetahuan dan pemahaman bahwa administratur dan orang tua memiliki dunia yang berbeda. Sedangkan rintangan logistis atau teknis berkaitan dengan kurangnya waktu, kesempatan. Aktivitas atau bentuk keterlibatan orang tua akan lebih efektif untuk tercapainya perubahan sebagai implementasi inovasi di sekolah.






PENUTUP

Perubahan adalah suatu keniscayaan dalam dunia pendidikan karena pendidikan memiliki peran yang sangat penting dalam membentuk watak, kepribadian, karakter serta budaya bangsa. Untuk tercapainya perubahan sebagai implementasi inovasi pendidikan diperlukan adanya agen-agen perubahan yang selalu siap dalam menghadapi tantangan global.
Perubahan dalam dunia pendidikan bisa terjadi dalam bidang manajerial, teknologi dan kurikulum. Untuk bidang manajerial, peran kepala sekolah dalam mengelola sekolah serta peran guru dalam mengelola kelas sangat menentukan akan terjadinya perubahan di sekolah. Perubahan dalam bidang teknologi akan sangat mendukung terhadap perkembangan sekolah baik dalam pengelolaan sekolah maupun pengelolaan kelas. Perubahan kurikulum harus selalu dilakukan seiring dengan perkembangan zaman serta tantangan global dan semua pihak dalam dunia kependidikan harus siap dengan perubahan tersebut.
Untuk tercapainya perubahan dalam implementasi pendidikan diperlukan adanya agen-agen perubahan yang memahami makna perubahan itu sendiri. Dalam tataran mikro, guru, kepala sekolah, siswa, dinas pendidikan dan orang tua siswa harus menjadi agen perubahan yang handal yang selalu siap untuk mendorong perubahan (drive to change), bukan dipimpin oleh perubahan (lead by change) atau menolak perubahan (resist to change).












DAFTAR PUSTAKA

Cece Wijaya, Djaja Jajuri, A. Tabrani Rusyam. 1991. Upaya pembaharuan dalam bidang pendidikan dan pengajaran. Bandung : Remaja Rosdakarya
Deporter, Bobbi. et.al. 2003. Quantum Teaching. Bandung: Kaifa
Nana Sudjana dan Ahmad Rivai. 2003. Teknologi Pengajaran. Bandung: Sinar Baru Algensido.
Silberman, L.Melvin. 2006. Active Learning. Bandung: Nusamedia
Inovasi Pendidikan Dalam situs
http://uharsputra.wordpress.com/pendidikan/inovasi-pendidikan.htm.dikunjungi 2 Mei 2010

Komentar

Postingan Populer